Langsung ke konten utama

PENGERTIAN DAN KLASIFIKASI ANAK TUNARUNGU


I. Pengertian Dan Klasifikasi Ketunarunguan Berdasarkan Penyebabnya


Ketunarunguan (hearing loss) adalah satu istilah umum yang menggambarkan semua derajat dan jenis kondisi tuli (deafness) terlepas dari penyebabnya dan usia kejadiannya. Sejumlah variabel (derajat, jenis, penyebab dan usia kejadiannya) berkombinasi di dalam diri seorang siswa tunarungu mengakibatkan dampak yang unik terhadap perkembangan personal, sosial, intelektual dan pendidikannya, yang pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi pilihan gaya hidupnya pada masa dewasanya (terutama kelompok sosial dan pekerjaannya). Akan tetapi, sebagaimana halnya dengan kehilangan indera lainnya, ketunarunguan (terutama bila tidak disertai kecacatan lain) pada dasarnya merupakan permasalahan sosial dan tidak mesti merupakan suatu ketunaan (disability) kecuali jika milieu sosial tempat tinggal individu itu membuatnya demikian. 
Terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut penyebabnya: 

1. Conductive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga. 

2. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak. 

3. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya. 

Seorang anak dapat juga mengalami kombinasi bentuk-bentuk ketunarunguan tersebut. 

II. Definisi dan Klasifikasi Berdasarkan Keberfungsian Pendengaran

Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, ketunarunguan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 20-40 dB (desibel). Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan.

2. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas 40-65 dB. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).

3. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 65-95 dB. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar.

4. Ketunarunguan parah (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas 95 dB atau lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual. 

Perlu dijelaskan bahwa decibel (disingkat dB) adalah satuan ukuran intensitas bunyi. Istilah ini diambil dari nama pencipta telepon, Graham Bel, yang istrinya tunarungu, dan dia tertarik pada bidang ketunarunguan dan pendidikan bagi tunarungu. Satu decibel adalah 0,1 Bel.
Bagi para fisikawan, decibel merupakan ukuran tekanan bunyi, yaitu tekanan yang didesakkan oleh suatu gelombang bunyi yang melintasi udara. Dalam fisika, 0 db sama dengan tingkat tekanan yang mengakibatkan gerakan molekul udara dalam keadaan udara diam, yang hanya dapat terdeteksi dengan menggunakan instrumen fisika, dan tidak akan terdengar oleh telinga manusia. Oleh karena itu, di dalam audiologi ditetapkan tingkat 0 yang berbeda, yang disebut 0 dB klinis atau 0 audiometrik. Nol inilah yang tertera dalam audiogram, yang merupakan grafik tingkat ketunarunguan. Nol audiometrik adalah tingkat intensitas bunyi terendah yang dapat terdeteksi oleh telinga orang rata-rata dengan telinga yang sehat pada frekuensi 1000 Hz. 
III. Definisi Berdasarkan Kebutuhan Pendidikan dan Budaya 
Banyak istilah di dalam bahasa Inggris yang dipergunakan untuk mengacu pada populasi individu yang menyandang ketunarunguan. 

1. Kata "deaf" menurut definisi Individuals with Disabilities Education Act, (undang-undang pendidikan bagi individu penyandang cacat Amerika Serikat) tahun 1990 adalah ketunarunguan yang berdampak negatif terhadap kinerja pendidikan individu dan demikian parah sehingga individu itu terganggu dalam kemampuanya untuk memproses informasi linguistik (komunikasi) melalui pendengaran, dengan ataupun tanpa amplifikasi (alat bantu dengar). 

2. Istilah "hard of hearing" berarti ketunarunguan, baik permanen maupun berfluktuasi, yang berdampak negatif terhadap kinerja pendidikan seorang individu tetapi yang memungkinkannya mempunyai akses ke komunikasi verbal pada tingkat tertentu dengan ataupun tanpa amplifikasi (IDEA 1990). 

3. Istilah "Deaf" yang ditulis dengan huruf D kapital mengacu pada individu penyandang ketunarunguan yang mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai anggota "budaya tunarungu" (Deaf Culture. Individu-individu ini memandang dirinya sebagai satu populasi yang dipersatukan oleh kesamaan latar belakang budaya, kesamaan pengalaman, kesamaan riwayat keluarga (menikah dengan sesama tunarungu), dan kesamaan bahasa (yaitu American Sign Language (ASL). 

4. Istilah "hearing‑impaired" kini sering dipergunakan untuk mengacu pada mereka yang "deaf" maupun yang "hard of hearing". 

Istilah "deaf mute" dan "deaf and dumb" (tuli bisu) kini tidak dipergunakan lagi. Istilah tersebut tidak hanya dianggap kuno, tetapi juga dipandang ofensif. 

Survey tahun 1981 di Australia menemukan bahwa 59% dari populasi tunarungu menyandang ketunarunguan ringan, 11% sedang, 20% berat, dan 10% tidak dapat dipastikan (Cameron, 1982). 


Referensi

Ashman, A. and Elkins, J. (eds.). (1994). Educating Children with Special Needs. Sidney: Prentice Hall of Australia Pty Ltd

Easterbrooks, S. (1997). Educating Children Who Are Deaf or Hard of Hearing: Overview. The ERIC Clearinghouse on Disabilities and Gifted Education (ERIC EC). ERIC EC Digest #E549.

Sumber : http://permanarian16.blogspot.com/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK ANAK TUNANETRA

ANAK TUNANETRA A.  Pengertian Tunanetra Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989:p.971) dan menurut literatur berbahasa Inggris  visually handicapped  atau visual impaired.  Pada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986:p.29). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta. Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. B.  Klasifikasi Anak Tunanetra Klasifikasi yang dialami oleh anak tunanetra, anta

[COVER] AKU MAU. KEMIL in HDI PLB UNS

SISI, TEKNOLOGI KOMUNIKASI PENDERITA BISU TULI

Salah satu divisi penggunaan software IBM menciptakan sebuah teknologi yang akan membantu penderita bisu tuli berkirim dan terima pesan suara lewat handphone. Sebentar lagi penderita bisu tuli akan bisa menikmati komunikasi lewat handphone dimana selama ini sangat sulit dilakukan bagi penderita bisu dan tuli untuk berkomunikasi. Extreme Bluetooth mengenalkan sebuah software bernama SISI (Say It, Sign It). Software ini memiliki tampilan avatar (animasi virtual) cewek yang bernama Sisi juga dimana bisa melakukan bahasa isyarat buat orang bisu tuli. Sistem kerjanya cukup sederhana, tinggal memasukkan pesan suara ke handphone dan Sisi akan mengubah pesan itu menjadi vido klip si avatar cewek tadi. Dengan demikian pihak penerima bisa mengerti pesan yang disampaikan dengan jelas, asal dia sudah ta hu bahasa isyarat. Saat ini Sisi masih terbatas untuk kirim pesan suara, belum bisa digunakan untuk bertelepon langsung. Software yang menggunakan bahasa program Java ini merupakan langkah